XXVII

Halo! Kali ini saya tulis review tentang Pelantikan ELPALA (Enam Lapan Pencinta Alam) yang baru saja diadakan di TN. Gunung Halimun-Pelabuhan Ratu tanggal 17-21 Juni kemarin (and I owe it to write here). Sebelumnya mari berkenalan dulu sama ELPALA: Enam Lapan Pencinta Alam adalah sebuah organisasi pencinta alam SMA Negeri 68 Jakarta, didirikan pada tanggal 28 Januari 1986 dan saat ini ELPALA telah memiliki 27 angkatan dengan ratusan anggota. Sebagai organisasi yang berkecimpung di dunia outdoor activities, ELPALA tentu mengukir berbagai macam prestasi, yang terakhir adalah keberhasilan 2 anggota ELPALA yang masih duduk di bangku SMA menaklukan Puncak Kilimanjaro, Uhuru Peak, Afrika bulan November 2011. 

Nah kemarin ini ELPALA baru saja melantik angkatan baru, angkatan ke-27 dengan nama Banyu Ancala. Menurut si pemberi nama yang namanya tidak usah disebutkan di sini, Banyu berarti air dan Ancala berarti gunung, jadi silakan tebak sendiri apa maknanya. Kebetulan untuk pelantikan kali ini, saya dan beberapa alumni lainnya berkesempatan untuk mengikuti, itung-itung short getaway di tengah pekerjaan yang numpuk, keluar Jakarta dan melipir ke arah selatan Jawa sedikit. So let's take a look by pictures below, the pictures I post here are not mine, all pictures taken by my friend (yang lagi-lagi ga usah disebut namanya)


Salah satu calon anggota sedang memplot peta, jika dilihat dari poin yang ditunjuk doi, jelas bahwa mereka baru saja akan memulai perjalanan dari starting point menuju puncak

Mudah-mudahan mereka bisa membedakan utara, selatan, timur, dan barat

Alumni dan senior pun juga sama-sama memplot peta

Latihan membuat bivak. Bivak adalah shelter sederhana yang dibuat dari alat-alat yang sederhana juga. Intinya skill ini diperlukan jika dalam keadaan darurat di lapangan nanti

Nah kalo yang ini ... skip aja

Penyematan slayer setelah pelantikan

Nah setelah penyematan slayer, dilanjutkan dengan prosesi cium panji. Caang di atas kayanya menghayati sekali, waktu gw dilantik dulu, gw memanfaatkan kesempatan ini untuk tidur colongan (jangan ditiru)

Inilah para alumni yang baik hati. Tenda alumni biasanya dipenuhi makanan-minuman enak (coba lihat dengan seksama di foto ini ada bekas bungkus Burger King), makanya muka kami ceria-ceria kan? 

...

Nah abis dilantik, senang-senang dulu di pantai sambil minum kelapa muda

Oke, tugas selesai
Sekian.







(benar-benar) kangen Papandayan

Nah, sampailah akhirnya saya mau nulis ini. Perasaan yang saya pendam beberapa bulan terakhir, beberapa kali saya sampaikan di twitter saya, saya kangen Papandayan. Rasanya itu seperti, gimana ya, seperti kangen sama rumah sendiri ketika kita lagi pergi jauh atau homesick kalo bisa dibilang. Pernah janji waktu itu sebelum angkat kaki dari Bandung pengen kesana lagi (ceritanya mau sungkem sama sekalian pamit sama gunung yang udah memberi saya gelar sarjana), tapi apa daya karena kesibukan dunia akhirat waktu itu, jadi belom terlaksana niat suci tersebut. Nah ceritanya untuk mengobati rasa kangen, saya nulis deh.

Mari kita telusuri:

1. Saya kangen sekali tiap kali bangun jam 3 pagi, cek ulang ransel, memastikan ga ada yang tertinggal (yang ujung-ujungnya pasti selalu ada yang ketinggalan), biasanya saya udah mandi sebelum tidur, jadi ga perlu mandi lagi (tolong dicatat ini Bandung, ga mandipun ga akan keringetan, kalaupun mau mandi jam 3 pagi itu bisa disamain sama anggota sirkus). 

2. Saya kangen perjalanan Bandung-Cisurupan, kalau Tuhan lagi baik ga ngasih macet, perjalanan ditempuh dalam waktu 2,5-3 jam. Saya kangen (selalu) ketiduran di jalan, dibangunin Iqbal kalo udah harus turun, dan ngangkat ransel sambil sempoyongan karena nyawa belum kumpul.

3. Naik pick up sampai parkiran. Di perjalanan nebak-nebak kira-kira kali ini beres berapa plot (tapi boong, lebih sering mikir nanti mau masak apa, mau nyemil apa, dan sibuk bbman selagi sinyal belum lenyap bersama dengan mulai terciumnya bau belerang dari kawah).

3. Sampe parkiran, partner saya biasanya ngerokok sebatang dulu, rokok abis, lanjut jalan. Biasanya diantara kami bertiga pasti ada yang bilang "Anjir aing lagi males jalan sumpah", nah biasanya yang bilang ini akan berpengaruh pada kecepatannya naik, frekuensi berhenti dan tolak pinggang, serta frekuensi minum.

4. Dari parkiran ke plot ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5-3 jam jalan kaki dengan medan naik-turun-naik-naik-naik. Satu jam melintasi kawah, sekali nyebrang sungai, sekali lewat tanjakan menuju neraka, baru bisa ketemu hutan. Saking udah seringnya, kami udah autopilot jalan tanpa perlu alat bantu atau petunjuk. Oh iya karena kami pasti selalu bawa "tumbal" buat dijadiin seserahan (baca: orang yang 'kurang beruntung' karena mau aja dimintain tolong bantuin kami TA) nah, sebagai ucapan terima kasih sekaligus ucapan selamat datang, kami persilakan beliau untuk lewat tanjakan ekstra joss (kenapa ekstra joss? karena tanjakan ini elevasinya hampir 90 derajat). Karena saya tuan rumah, maka saya jalan lewat jalur lain yang lebih manusiawi hehe.

5. Di titik ini biasanya udara udah keluar dari mulut dan pantat. Sampai di batu sinyal, semuanya wajib ngeluarin handphone dan sms seakan-akan itu adalah sms terakhir. Isi sms bervariasi mulai dari: "Halo aku naik dulu ya, abis ini ga ada sinyal lagi" (kyaa!) sampe "Cok, kalo jadi nyusul bawain mentega sama spaghetti". Lanjut jalan, perjalanan sisa setengah jam lagi waktu orang normal.

year of battle, struggle, and strive (to be continued)

One year ago, I was thinking about what will happen in my life this year, how can I get through this year with all the stuffs I have to deal. I started this year by doing activities that barely give me time to rest, or even breathe. I didn't list my resolutions nor my wishes at that time. Some philosophers kept saying to go with the flow and I believe that, oh at least for the moment. As for me, If it's meant to be, it'll happen.

However, as social beings, I don't live by myself, my ego and only thinking about my own needs without considering others. I got to the point "I can not go with the flow anymore or I should make my own flow and let it be". Then, at the moment I made a decision.

Unfortunately, it didn't happen as well as I wished.
I was confronted with problems or even with myself.
I can say, in the middle of this year, I was at my lowest point, almost gave up and fucked up everything and let myself drown in a sorrow deeper and deeper.

You know, when you feel like you really don't know what to do, it is actually not. You know what to do but you don't realize because of super-shit-holy-shit feelings inside your mind and I have to deal with these. Don't ask me about how was my holiday at that time, I never had it.

Until there was something led me back into the path, it was a responsibility, I guessed.

“And it may be that you dislike a thing, which is good for you and you like a thing, which is bad for you, God knows, but you do not know. “

Once I looked back and at the same time I imagined my future dreams. I tried to combine them through a line, a line that require me to finish all of these and so I pulled myself back. I did my best, God did the rest. That was the only thing in my mind. I ignored all the cynical gaze by some people, ignored the one who yelled "Oh c'mon you can not finish as easy as you thought, it is just too hard"

Here I am
I almost have completed this year with so much energy and fortunately it filled back with the love from people I love like an empty glass that needs to be filled with water, I never feel empty. I graduated in October with great feeling, perfect score and remarkable celebration. If you ask me now how was my last holiday, I will proudly answer it, it was fantastic. I am a living witness of that saying "no pain, no gain". It is true, for me.

Although now I have to deal with something bigger and those missing-feeling-thingy which can suddenly appear in my head and heart. I really thank God for this hard yet remarkable year and of course I thank you who read this. If there are any other words better than "thank you",  I will do, I ran out of words to say.

I started move away from campus life and my whole life there. Sad, but man, it's life.
I completely know that the following years will be more difficult to me, the battle, struggle, and strive will be continued.
It may be more complicated than I thought or may be less. I'm on my way to be a person as it should be, as God defined my fate when He created me at first with a little spoon of my own efforts, energy, and love. The last one is my source of happiness, I know.

Now, in these few days before step in to the next year, again I have to deal with such a dilemma. I was invited  by one of the mining company to join them. As I said before, exactly what I said one year ago, "If it's meant to be, it'll happen", if I should go, then I will go.

Yes I can say to you, life is a cycle. Life is a series of starts and finishes, there is no start without finish and vice versa.
One thing I can assure you, I'm still go with the flow, but now, in my own flow.

Oh, Merry Christmas too :)




Saya terlalu biasa dengan sesuatu yang pasti, bahkan ilmu yang saya yang dalami pun ilmu pasti, eksakta
Saya tidak terlalu terbiasa dengan sesuatu yang abstrak, saya lemah untuk sesuatu yang tersirat
Saya terbiasa berpikir secara urut, saya tidak terlalu terbiasa dengan sesuatu yang acak
Namun saya belajar,
Bahkan di dalam kepastian pun pasti ada ketidakpastian
Di dalam konsisten ada inkonsisten


But consistency is an uncertainty, even sometimes nature can be inconsistent.

Jadi?

Singapore, Nov 2011

“ How much does your life weigh? Imagine for a second that you’re carrying a backpack. I want you to pack it with all the stuff that you have in your life… you start with the little things. The shelves, the drawers, the knickknacks, then you start adding larger stuff. Clothes, tabletop appliances, lamps, your TV… the backpack should be getting pretty heavy now. You go bigger. Your couch, your car, your home… I want you to stuff it all into that backpack. Now I want you to fill it with people. Start with casual acquaintances, friends of friends, folks around the office… and then you move into the people you trust with your most intimate secrets. Your brothers, your sisters, your children, your parents and finally your husband, your wife, your boyfriend, your girlfriend. You get them into that backpack, feel the weight of that bag. Make no mistake your relationships are the heaviest components in your life. All those negotiations and arguments and secrets, the compromises. The slower we move the faster we die. Make no mistake, moving is living. Some animals were meant to carry each other to live symbiotically over a lifetime. Star crossed lovers, monogamous swans. We are not swans. We are sharks. ” -Up In The Air-

Berbagi

Sudah sebulan sejak saya meninggalkan Bandung beserta kehidupannya, sejak itu pula saya memasuki masa transisi ini. Kenapa masa transisi? Ya karena saya sedang mempersiapkan sekaligus memantaskan diri untuk memasuki chapter berikutnya dalam hidup saya. 

Kebiasaan-kebiasaan saya dulu, 4 tahun yang lalu sebelum akhirnya pindah ke Bandung kembali saya lakukan. Sesederhana membaca koran setiap pagi, ataupun kalau tidak sempat, maka akan dibaca malam harinya. Dulu waktu masih jadi mahasiswa boro-boro baca koran, bangun untuk kuliah pagi aja mukjizat.

Kembali berinteraksi dengan orang-orang dengan latar belakang berbeda, obrolannya sangat luas dari sekedar obrolan tentang pekerjaan di tempat saya sementara bantu-bantu proyek sampai obrolan mengenai Nunun yang baru saja ditangkap di Bangkok. 

Making Decision

Feels weird when you wake up, you are no longer doing your routines over the last 4 years. You find yourself in a familiar place, but you left your heart somewhere. You are no longer dealing with the tasks, but now you are dealing with the choices. You can still enjoy your morning coffee or toast, but feels there's a little difference inside.

There are parts of you that want to reject and bring you back to the past, yet another part force you to keep moving. So here I am, I have made a decision, no need to write here.



But as I said before, I left my heart somewhere, I left my heart in Bandung.

Bachelor Trip (Review)

Jadi ini adalah trip pertama gue setelah memegang gelar sarjana, dimulai dari yang deket-deket dulu, semoga otak gue makin ga waras dan nekat melakukan perjalanan yang lebih jauh lagi nanti, amin. Gue dan kedua teman gue yang sama-sama nekat memulai perjalanan bodoh ini dan berikut adalah reviewnya.

Pattaya

Ini adalah pilihan alternatif berhubung Bangkok sedang banjir (lebih dari 50% Bangkok tergenang air) saat itu. Pattaya bisa ditempuh dengan perjalanan darat dari Bangkok selama kurang lebih 2 jam (Ya Jakarta-Bandung lah). Dari Suvarnabhumi Airport ada bus yang langsung menuju Pattaya, kalo ga salah bus ini berangkat setiap 1-2 jam. Tiket bisa langsung dipesan di airport. Dari arrival hall, turun satu lantai dan cari pintu keluar no.8, disitu ada counternya. Harga tiket cukup terjangkau, sekitar 100-200 baht/person.

Bus ini berhenti di Terminal North Pattaya, letaknya ga jauh dari pantai dan disampingnya ada pusat informasi untuk turis, jadi bisa tanya-tanya disitu mengenai hotel, tempat wisata sampai tiket cabaret show. Dari terminal bisa naik tuk-tuk atau ojek motor ke hotel yang dituju (tarif tuk-tuk 20 baht/person). 

They say "Today is yours" and it was really mine













Thank you,
Fetriza Rinaldy
10607056
October 2011
Institut Teknologi Bandung

halo

I tell you something (less) important, this is my first weekend with Bachelor of Science following my name.
I tell you something (more) important,
It's just raining and gloomy outside and my window is wide open, I had a phone call with mama this morning, I'm listening to Jack Johnson's sitting, waiting, wishing and I have appointment at (maybe) coffee shop.


have a good day, everyone

One mission: accomplished


Saya sudah melewati salah satu tahap penting dalam hidup saya -sidang dan kelulusan
Walaupun belum secara resmi, tapi bulan ini, tanggal 3 (dan entah kenapa selalu berhubungan dengan angka 3) saya sudah berhasil melewatinya dengan nilai sempurna.

Semua perjalanan punya cerita, cerita selama 4 tahun ini dan terutama selama 7 bulan terakhir mungkin ga akan bisa diceritakan sepenuhnya disini. Tapi yang jelas, saya sudah memilih salah satu keputusan yang besar, saya ingin lulus, tahun ini.

Bukan academic oriented, pertanyaan-pertanyaan "Untuk apa lulus cepet-cepet?" terlalu sering ditanyakan. Saya bisa membalikannya, "Untuk apa lulus lama-lama?". Jika ditanya sudah siap memasuki dunia profesional atau belum, mungkin sampai kapanpun jawabannya akan "belum", makanya harus dipaksa. Lagian kesiapan diukur dari mana coba?

Tanggung jawab sebagai anak pertama menjadi salah satu alasan terbesar saya. Orang tua tidak pernah membebani, lingkungan yang membentuk saya. Saya terbiasa mandiri dan ingin bebas. Ada sesuatu yang ingin saya kejar di luar sana, tapi sebelumnya, saya harus menyelesaikan dulu apa yang saya mulai disini. Sulit pasti, tapi percayalah berhasil lepas dari "ketek" orang tua sangat membanggakan, saya mulai bisa merasakannya sedikit demi sedikit, mudah-mudahan akan berhasil sepenuhnya dalam beberapa waktu ke depan.

Bersyukur apa yang saya mau tidak selalu dituruti dari dulu oleh papa mama hingga membentuk kepribadian saya sampai sekarang, jika ingin sesuatu, usaha sendiri jangan menyusahkan orang lain. Kalau iya, mungkin sekarang saya dengan egois sudah punya materi atau kebutuhan tersier lainnya atau semua kemanjaan yang didapat. 

Saya selalu ingin bebas, mungkin ada sisi baik dan buruknya. Sama seperti 7 tahun lalu ketika pertama kali saya ingin masuk menjadi anggota pencinta alam dan ditentang habis-habisan, tapi toh cerita-cerita saya naik gunung dan prestasi selalu diselipkan di sela-sela perbincangan mama papa dengan kebanggaan mereka dan hingga saya lulus kuliah ini, ilmu-ilmu yang saya dapat sangat berguna.

Salah seorang pernah bilang, "Untuk apa lulus cepat-cepat kalo ilmu lo masih cetek?", sekarang dibalik: memang kita harus nunggu ilmunya penuh dulu sampai ketumpahan baru lulus? Ilmu dan pengalaman ga terbatas di bangku kuliah dan tidak berhak seseorang menghakimi orang itu dengan ilmu yang dimilikinya.

One mission: accomplished

16:16

I was working on my sheet when accidentally I saw the digital clock on my phone screen, it was 16 : 16. I personally have experiences with this case, I have experienced it many times or at least in the last two weeks, almost every day or even several times a day and it just happened that way. At first, I ignored it but then I thought maybe it is more than just a coincidence, probably has a deeper meaning, who knows?



Then I googled it: the meaning of repeating numbers. There are many interpretations about this, from the simple one like: "There's someone missing you out there" (the most common one, but still it makes you guess who is missing you? ;p) until the complicated answers related to numerology or tarot.

An article gave me explanation about this phenomenon, from the point of view of numerology: it is obviously explained that "When numbers begin repeating themselves around you it is often a signal that you are on purpose in life, and to be awake for new opportunities... a signal to connect with your soul "

Each set of repeating numbers has a different meaning, for example if you keep seeing the same number pattern like 2:2, or 22:22, it means you are dealing with the productive part of your life, perhaps your job, career etc. So, every number has its meaning, describe in what part of life you are dealing with or you must pay more attention to.

On other article, I found that the repeating numbers means the people who is seeing that, have a strong intuition. Well, I'm not into kind of those who believe in any prophecy but as a person who's dealing with science, I appreciate those explanations based on numerology, I personally believe that there's a meaning behind every number. I'm not expert at this and basically this isn't my field, but I believe, when you are dealing with numbers, you're dealing with the universe too.



Take, Leave, and Kill?

Take nothing but picture
Leave nothing but footprints
Kill nothing but time


Pertama kali diberikan konsep ini waktu di ELPALA dulu, ketika baru masuk, sekitar 7 tahun lalu (wah lama, ya?). At first, saya mendengarnya cuma selewat aja, ya belum kepikiran kayanya jaman dulu. Dulu naik gunung, yaudah naik gunung aja. Padahal sebenarnya secara ga sadar (atau mungkin setengah sadar) saya belajar banyak  dari situ.

Ketiga baris ini ternyata punya makna yang sangat dalam. Kalo aja semua orang menerapkan ketiga baris ini, terutama ketika mereka bersentuhan langsung dengan alam, (mungkin) akan minim sekali degradasi, deforestasi, kepunahan, atau kerusakan-kerusakan lainnya seperti yang sering didengar sekarang. Jangan ambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak kaki, dan jangan bunuh apapun kecuali waktu. Datanglah ke alam bukan karena ingin dikagumi, tapi datanglah untuk mengagumi, as simple as that. Dari rasa mengagumi itu, maka akan muncul rasa sayang, lalu rasa memiliki, ketika sudah ada sense of belonging, ga mau dong melihat yang kita sayangi dikotori dan dirusak begitu aja?

Tapi namanya juga manusia, yang suci 100 % ga akan ada. Saya dan yang membaca ini juga pasti pernah melakukan tindak pengrusakan atau at least, buang sampah sembarangan. Saya ga akan membahas regulasi disini, ya sudah terbaca lah sistem regulasi di negara ini gimana. Most important, kenapa ga mulai dari pribadi dulu? Terus caranya gimana? 

source: Elpala Doc
  • Entah mungkin karena didikan jaman dulu atau apa, ketika melakukan suatu trip, saya terbiasa untuk menyimpan lagi sampah (terutama sampah pribadi) di ransel, sampai akhirnya saya menemukan tempat yang memang seharusnya jadi tempat pembuangan. 
  • Males bawa sampah di ransel? kurang efisien? nah coba minimalisasi logistik yang berpotensi menghasilkan sampah dalam jumlah banyak. Kurangi bawa kemasan sachet, membawa logistik yang sifatnya 'share' juga akan sangat membantu.
  • Sebenarnya ada pilihan lain juga, yaitu membakar. Tapi yang ini ga saya rekomendasikan, karena efeknya yang cukup 'berarti' juga, ini mungkin bisa jadi pilihan terakhir daripada ngebiarin sampah geletakan gitu aja. 
Mungkin intinya adalah, hargai alam sama seperti kamu ingin dihargai, coba belajar untuk mengagumi tanpa ada keinginan untuk dikagumi, enjoy every trip, enjoy every second within.

With the saying, at Bukit Bangkirai, Kalimantan Timur






Niche


Pertama kali saya belajar konsep niche adalah 2 tahun lalu, ketika mengambil mata kuliah ekologi, bidang yang akhirnya saya pilih sebagai konsentrasi saya untuk tugas akhir. Niche atau kalau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai relung adalah konsep dasar ilmu ekologi, konsep dasar bagi setiap spesies yang ada di bumi ini.

In other words, a species niche consists of all the factors necessary for its existence - approximately when, where, and how a species makes its living (Molles, 2009)

Ada beberapa definisi niche yang berbeda dari beberapa pakar ekologi. Namun akhirnya sampai pada suatu pernyataan bahwa pada 2 spesies dengan niche yang identik, maka kedua spesies tersebut tidak akan koeksis, artinya akan terjadi kompetisi dan hanya salah satu yang akan survive.

"When two species compete, one will be a more effective competitor for limited resources, that is, will be more effective at converting resources into offspring. As a consequence, the more effective competitor will have higher fitness."

Jadi setiap spesies, kalau menurut saya, sudah punya niche masing-masing, karena itu dasar, semua faktor yang mendukung hidup dan kehidupan kita, itu adalah niche kita. Tentu faktor-faktor tersebut berbeda antar satu spesies dengan spesies lain, atau mungkin antara satu individu dengan individu lain. 

Masalahnya adalah, resources terbatas, dan sudah jadi kodrat setiap yang bernyawa di bumi ini, kita akan berjuang untuk mempertahankan eksistensi kita, itulah mengapa ada kompetisi, so that we can survive. Oke, mungkin skala pengertian niche disini adalah antar spesies, jelas niche kita, manusia dengan pohon pasti berbeda. Tapi kalau menurut saya, kadang konsep ini bisa appropriate juga untuk antar individu.

Ambil contoh manusia, memang benar kita sudah punya niche masing-masing, path kita masing-masing, fate atau apalah. Kalau begitu kenapa terjadi kompetisi?
  • Pertama, back to the concept, resource terbatas, akan ada irisan kebutuhan, maka akan terjadi kompetisi, salah satu akan menang.
  • Kedua, tidak semua dari kita yakin dengan apa yang kita tuju, tidak semua dari kita konsisten dengan apa yang kita jalani. Ini bagian tersulit, masalahnya adalah sangat sulit memastikan apakah kita sudah ada di path yang tepat atau belum. Mengutip dari salah satu quote : "The most difficult thing about finding your own path is that you're already on it", kadang kita tidak sadar bahwa (sebenarnya) kita sudah ada di jalan yang tepat.
  • Poin nomer 2 diatas menuju pada ketidakkonsistenan, contohnya begini : kita belum yakin benar dengan cita-cita kita, bakat kita dimana, lalu dalam perjalanan, kita melihat orang lain, dia sudah yakin benar dengan bakat dan cita-citanya. Lalu kita terinspirasi, kita mulai mengikuti jejaknya, namun pada akhirnya dia berhasil kita tidak. Lalu kita berhenti sampai disitu, dan terpengaruh lagi dengan orang lain, lalu kita ikuti lagi , lalu gagal lagi. Begitu seterusnya
The point is, kompetisi itu menurut saya pasti, yang terpenting adalah kita tahu apa yang menjadi kebutuhan kita (dan bukan hanya sekedar keinginan), menulusuri path kita, niche kita. Every creature has their own niche, masalahnya ya itu tadi seperti yang sudah disebutkan diatas.

Ini menurut saya, saya bukan ahli ekologi, lulus juga belum, tapi kalau boleh berpendapat, inilah pendapat saya.

Anonymous Post


We cannot change what's already in place but it doesn't happen to the dawn which replacing the night
I started thinking that every day always begin with the darkness, then sun appears, warm at first, burns later. 
then it calms down slowly, makes beautiful scenery if we're lucky enough to see and it vanished, at last.

Then it comes to the part, the most hated for some people, the night, darkness again and the day ends.
A simplification of life, let say an analogy, merely but actually not that simple. We should not ignore the cloud, lightning, rain, or rainbow. They might be warning, they might not.

So If I may conclude, in general, we all started the same journey, same pattern of life. There will be the dark, there will be the light, there will be warning.
We cannot refuse when the rain comes, no one to blame, but we can think how to survive.
We may cry, we may be angry but it won't change anything or it just drown you into deep slums you dont like.

So, now the question is, where are we now?

Rocky


Once again, I find myself being inspired by this movie. I remember the first time my Dad introduced me to this Sylvester Stallone's masterpiece. I thought this is just an ordinary-action-movie, very common. But it was totally wrong. There's something we can learn behind every scene and conversation. 

"Let me tell you something you already know. The world ain't all sunshine and rainbows. It's a very mean and nasty place and I don't care how tough you are it will beat you to your knees and keep you there permanently if you let it. You, me, or nobody is gonna hit as hard as life. But it ain't about how hard ya hit. It's about how hard you can get it and keep moving forward. How much you can take and keep moving forward. That's how winning is done! Now if you know what you're worth then go out and get what you're worth."
-Rocky Balboa-

A Plain Morning

and the people here are asking after you, it doesn't make it easier
it doesn't make it easier to be away

I'd like to hire a plane, I'd see you in the morning

Prayer of The Woods

"I am the heat of your hearth on the cold winter nights, the friendly shade screening you from the summer sun, and my fruits are refreshing droughts quenching your thirst as you journey on"


"I am the beam that holds your house, the board of your table, the bed on which you lie, and the timber that builds your boat."

"I am the handle of your hoe, the door of your homestead, the wood of your cradle, and the shell of your coffin."

"I am the bread of kindness and the flower of beauty"

YE Who Pass by, listen to my prayer : "Harm Me Not"


source : tumblr

a contemplation

The story I'm going to share here is quite personal but let's find there are some notes to learn in order to contemplate life.

Here, in the last months to stay, when I've done almost all the academic stuffs, when my final project done and started to write, this contemplation comes. I've been through a process,  a phase in life. My final project is about mountain, forest, and its dynamics. I have to walk for hours to reach my plot, I don't even need a GPS to guide or lead me home. This place turns to be the place I love the most, the place where I (and we) truly belong.


There are no disruption, distraction, confusion, all dissapear as the signal slowly go and I enjoyed it. I am not a person who's physically strong but I know how to enjoy every trip. When mother nature speaks, cold air, bad weather or even gale can't bring me down, they taught me how to appreciate life, to be grateful for all the blessings.


How the smell of trees, a sprawling bush, a petrichor after the rain, a clean sky, stars and moon within work together, build the atmosphere, indescribable feeling. Looks tiring for some people, why don't you just working in a lab or somewhere looks fun? no, it's not me. That is for some people, but not for me.


This isn't a first mountain, every place made a history, a story, but Papandayan has become a part of my journey. How every single thing related to it has given many lessons about time-management, respect, self-confidence, decision, courage, maturity and other things. I feel honed, physically and mentally.


"Do not complain", if one thing life has successfully taught me, it must be that.

The goal itself is not about graduation but how many things we can learn from time to time. It's not about to be graduated on time or late. It's about how things can make yourself unbreakable. It is not about leaving or being left, it is you making a decision, it is you create your own fate. It is not about perfection, it is how much you can learn perfectly. 

So as this contemplation comes, I deserve a contemplation of yours :)






Today I realize how very blessed I’ve been

Tugas Akhir ini memang masih panjang, masih banyak data yang belum diambil, masih banyak pekerjaan lab yang menunggu dan juga masih panjang perjalanan saya menuju kelulusan. Tapi ketika saya kembali melihat lagi dokumentasi dan mengingat-ingat perjalanan yang sudah saya tempuh sejauh ini, rasanya dangkal sekali bagi saya untuk mengeluh.


Ketika banyak teman yang dengan senang hati membantu saya, rela hari-hari liburnya digunakan hanya untuk menemani dan membantu saya bekerja di lapangan, mereka yang sebenarnya juga punya kepentingan masing-masing entah itu sama-sama lagi mengerjakan TA atau bahkan mereka yang belum merasakan TA sama sekali. Saat itulah saya merasa sangat bersyukur dan berterimakasih dianugerahi orang-orang seperti mereka. Mereka bukan hanya sekedar akan ada di daftar terima kasih di kata pengantar skripsi saya nanti, tapi lebih dari itu mereka adalah salah satu penyemangat saya. 


Tugas Akhir bukan sesuatu yang pantas untuk dikeluhkan, percayalah semua orang juga merasakan hal yang sama walaupun dengan kasus yang berbeda-beda. Bagi saya sendiri Tugas Akhir bukan hanya sebagai syarat kelulusan, tapi lebih dari itu ini merupakan sebuah proses, proses pembelajaran. Tugas Akhir bukan sesuatu untuk dibanding-bandingkan, jalanilah dengan cara terbaik. Hingga pada suatu akhir nanti, ketika semuanya selesai, tidak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkannya selain rasa syukur dan terima kasih.



Salam!

Papandayan in B/W



















Mt. Papandayan
2011