XXVII

Halo! Kali ini saya tulis review tentang Pelantikan ELPALA (Enam Lapan Pencinta Alam) yang baru saja diadakan di TN. Gunung Halimun-Pelabuhan Ratu tanggal 17-21 Juni kemarin (and I owe it to write here). Sebelumnya mari berkenalan dulu sama ELPALA: Enam Lapan Pencinta Alam adalah sebuah organisasi pencinta alam SMA Negeri 68 Jakarta, didirikan pada tanggal 28 Januari 1986 dan saat ini ELPALA telah memiliki 27 angkatan dengan ratusan anggota. Sebagai organisasi yang berkecimpung di dunia outdoor activities, ELPALA tentu mengukir berbagai macam prestasi, yang terakhir adalah keberhasilan 2 anggota ELPALA yang masih duduk di bangku SMA menaklukan Puncak Kilimanjaro, Uhuru Peak, Afrika bulan November 2011. 

Nah kemarin ini ELPALA baru saja melantik angkatan baru, angkatan ke-27 dengan nama Banyu Ancala. Menurut si pemberi nama yang namanya tidak usah disebutkan di sini, Banyu berarti air dan Ancala berarti gunung, jadi silakan tebak sendiri apa maknanya. Kebetulan untuk pelantikan kali ini, saya dan beberapa alumni lainnya berkesempatan untuk mengikuti, itung-itung short getaway di tengah pekerjaan yang numpuk, keluar Jakarta dan melipir ke arah selatan Jawa sedikit. So let's take a look by pictures below, the pictures I post here are not mine, all pictures taken by my friend (yang lagi-lagi ga usah disebut namanya)


Salah satu calon anggota sedang memplot peta, jika dilihat dari poin yang ditunjuk doi, jelas bahwa mereka baru saja akan memulai perjalanan dari starting point menuju puncak

Mudah-mudahan mereka bisa membedakan utara, selatan, timur, dan barat

Alumni dan senior pun juga sama-sama memplot peta

Latihan membuat bivak. Bivak adalah shelter sederhana yang dibuat dari alat-alat yang sederhana juga. Intinya skill ini diperlukan jika dalam keadaan darurat di lapangan nanti

Nah kalo yang ini ... skip aja

Penyematan slayer setelah pelantikan

Nah setelah penyematan slayer, dilanjutkan dengan prosesi cium panji. Caang di atas kayanya menghayati sekali, waktu gw dilantik dulu, gw memanfaatkan kesempatan ini untuk tidur colongan (jangan ditiru)

Inilah para alumni yang baik hati. Tenda alumni biasanya dipenuhi makanan-minuman enak (coba lihat dengan seksama di foto ini ada bekas bungkus Burger King), makanya muka kami ceria-ceria kan? 

...

Nah abis dilantik, senang-senang dulu di pantai sambil minum kelapa muda

Oke, tugas selesai
Sekian.







(benar-benar) kangen Papandayan

Nah, sampailah akhirnya saya mau nulis ini. Perasaan yang saya pendam beberapa bulan terakhir, beberapa kali saya sampaikan di twitter saya, saya kangen Papandayan. Rasanya itu seperti, gimana ya, seperti kangen sama rumah sendiri ketika kita lagi pergi jauh atau homesick kalo bisa dibilang. Pernah janji waktu itu sebelum angkat kaki dari Bandung pengen kesana lagi (ceritanya mau sungkem sama sekalian pamit sama gunung yang udah memberi saya gelar sarjana), tapi apa daya karena kesibukan dunia akhirat waktu itu, jadi belom terlaksana niat suci tersebut. Nah ceritanya untuk mengobati rasa kangen, saya nulis deh.

Mari kita telusuri:

1. Saya kangen sekali tiap kali bangun jam 3 pagi, cek ulang ransel, memastikan ga ada yang tertinggal (yang ujung-ujungnya pasti selalu ada yang ketinggalan), biasanya saya udah mandi sebelum tidur, jadi ga perlu mandi lagi (tolong dicatat ini Bandung, ga mandipun ga akan keringetan, kalaupun mau mandi jam 3 pagi itu bisa disamain sama anggota sirkus). 

2. Saya kangen perjalanan Bandung-Cisurupan, kalau Tuhan lagi baik ga ngasih macet, perjalanan ditempuh dalam waktu 2,5-3 jam. Saya kangen (selalu) ketiduran di jalan, dibangunin Iqbal kalo udah harus turun, dan ngangkat ransel sambil sempoyongan karena nyawa belum kumpul.

3. Naik pick up sampai parkiran. Di perjalanan nebak-nebak kira-kira kali ini beres berapa plot (tapi boong, lebih sering mikir nanti mau masak apa, mau nyemil apa, dan sibuk bbman selagi sinyal belum lenyap bersama dengan mulai terciumnya bau belerang dari kawah).

3. Sampe parkiran, partner saya biasanya ngerokok sebatang dulu, rokok abis, lanjut jalan. Biasanya diantara kami bertiga pasti ada yang bilang "Anjir aing lagi males jalan sumpah", nah biasanya yang bilang ini akan berpengaruh pada kecepatannya naik, frekuensi berhenti dan tolak pinggang, serta frekuensi minum.

4. Dari parkiran ke plot ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5-3 jam jalan kaki dengan medan naik-turun-naik-naik-naik. Satu jam melintasi kawah, sekali nyebrang sungai, sekali lewat tanjakan menuju neraka, baru bisa ketemu hutan. Saking udah seringnya, kami udah autopilot jalan tanpa perlu alat bantu atau petunjuk. Oh iya karena kami pasti selalu bawa "tumbal" buat dijadiin seserahan (baca: orang yang 'kurang beruntung' karena mau aja dimintain tolong bantuin kami TA) nah, sebagai ucapan terima kasih sekaligus ucapan selamat datang, kami persilakan beliau untuk lewat tanjakan ekstra joss (kenapa ekstra joss? karena tanjakan ini elevasinya hampir 90 derajat). Karena saya tuan rumah, maka saya jalan lewat jalur lain yang lebih manusiawi hehe.

5. Di titik ini biasanya udara udah keluar dari mulut dan pantat. Sampai di batu sinyal, semuanya wajib ngeluarin handphone dan sms seakan-akan itu adalah sms terakhir. Isi sms bervariasi mulai dari: "Halo aku naik dulu ya, abis ini ga ada sinyal lagi" (kyaa!) sampe "Cok, kalo jadi nyusul bawain mentega sama spaghetti". Lanjut jalan, perjalanan sisa setengah jam lagi waktu orang normal.

year of battle, struggle, and strive (to be continued)

One year ago, I was thinking about what will happen in my life this year, how can I get through this year with all the stuffs I have to deal. I started this year by doing activities that barely give me time to rest, or even breathe. I didn't list my resolutions nor my wishes at that time. Some philosophers kept saying to go with the flow and I believe that, oh at least for the moment. As for me, If it's meant to be, it'll happen.

However, as social beings, I don't live by myself, my ego and only thinking about my own needs without considering others. I got to the point "I can not go with the flow anymore or I should make my own flow and let it be". Then, at the moment I made a decision.

Unfortunately, it didn't happen as well as I wished.
I was confronted with problems or even with myself.
I can say, in the middle of this year, I was at my lowest point, almost gave up and fucked up everything and let myself drown in a sorrow deeper and deeper.

You know, when you feel like you really don't know what to do, it is actually not. You know what to do but you don't realize because of super-shit-holy-shit feelings inside your mind and I have to deal with these. Don't ask me about how was my holiday at that time, I never had it.

Until there was something led me back into the path, it was a responsibility, I guessed.

“And it may be that you dislike a thing, which is good for you and you like a thing, which is bad for you, God knows, but you do not know. “

Once I looked back and at the same time I imagined my future dreams. I tried to combine them through a line, a line that require me to finish all of these and so I pulled myself back. I did my best, God did the rest. That was the only thing in my mind. I ignored all the cynical gaze by some people, ignored the one who yelled "Oh c'mon you can not finish as easy as you thought, it is just too hard"

Here I am
I almost have completed this year with so much energy and fortunately it filled back with the love from people I love like an empty glass that needs to be filled with water, I never feel empty. I graduated in October with great feeling, perfect score and remarkable celebration. If you ask me now how was my last holiday, I will proudly answer it, it was fantastic. I am a living witness of that saying "no pain, no gain". It is true, for me.

Although now I have to deal with something bigger and those missing-feeling-thingy which can suddenly appear in my head and heart. I really thank God for this hard yet remarkable year and of course I thank you who read this. If there are any other words better than "thank you",  I will do, I ran out of words to say.

I started move away from campus life and my whole life there. Sad, but man, it's life.
I completely know that the following years will be more difficult to me, the battle, struggle, and strive will be continued.
It may be more complicated than I thought or may be less. I'm on my way to be a person as it should be, as God defined my fate when He created me at first with a little spoon of my own efforts, energy, and love. The last one is my source of happiness, I know.

Now, in these few days before step in to the next year, again I have to deal with such a dilemma. I was invited  by one of the mining company to join them. As I said before, exactly what I said one year ago, "If it's meant to be, it'll happen", if I should go, then I will go.

Yes I can say to you, life is a cycle. Life is a series of starts and finishes, there is no start without finish and vice versa.
One thing I can assure you, I'm still go with the flow, but now, in my own flow.

Oh, Merry Christmas too :)




Saya terlalu biasa dengan sesuatu yang pasti, bahkan ilmu yang saya yang dalami pun ilmu pasti, eksakta
Saya tidak terlalu terbiasa dengan sesuatu yang abstrak, saya lemah untuk sesuatu yang tersirat
Saya terbiasa berpikir secara urut, saya tidak terlalu terbiasa dengan sesuatu yang acak
Namun saya belajar,
Bahkan di dalam kepastian pun pasti ada ketidakpastian
Di dalam konsisten ada inkonsisten


But consistency is an uncertainty, even sometimes nature can be inconsistent.

Jadi?

Singapore, Nov 2011

“ How much does your life weigh? Imagine for a second that you’re carrying a backpack. I want you to pack it with all the stuff that you have in your life… you start with the little things. The shelves, the drawers, the knickknacks, then you start adding larger stuff. Clothes, tabletop appliances, lamps, your TV… the backpack should be getting pretty heavy now. You go bigger. Your couch, your car, your home… I want you to stuff it all into that backpack. Now I want you to fill it with people. Start with casual acquaintances, friends of friends, folks around the office… and then you move into the people you trust with your most intimate secrets. Your brothers, your sisters, your children, your parents and finally your husband, your wife, your boyfriend, your girlfriend. You get them into that backpack, feel the weight of that bag. Make no mistake your relationships are the heaviest components in your life. All those negotiations and arguments and secrets, the compromises. The slower we move the faster we die. Make no mistake, moving is living. Some animals were meant to carry each other to live symbiotically over a lifetime. Star crossed lovers, monogamous swans. We are not swans. We are sharks. ” -Up In The Air-

Berbagi

Sudah sebulan sejak saya meninggalkan Bandung beserta kehidupannya, sejak itu pula saya memasuki masa transisi ini. Kenapa masa transisi? Ya karena saya sedang mempersiapkan sekaligus memantaskan diri untuk memasuki chapter berikutnya dalam hidup saya. 

Kebiasaan-kebiasaan saya dulu, 4 tahun yang lalu sebelum akhirnya pindah ke Bandung kembali saya lakukan. Sesederhana membaca koran setiap pagi, ataupun kalau tidak sempat, maka akan dibaca malam harinya. Dulu waktu masih jadi mahasiswa boro-boro baca koran, bangun untuk kuliah pagi aja mukjizat.

Kembali berinteraksi dengan orang-orang dengan latar belakang berbeda, obrolannya sangat luas dari sekedar obrolan tentang pekerjaan di tempat saya sementara bantu-bantu proyek sampai obrolan mengenai Nunun yang baru saja ditangkap di Bangkok.