Tentang Traveling dan Toleransi

Di antara kita mungkin sudah mengetahui berita-berita mengenai betapa mirisnya prosesi Waisak tahun ini di Candi Borobudur yang sayangnya 'dinodai' oleh tingkah laku beberapa turis yang kurang menghargai jalannya ibadah. Beberapa dari mereka membuat rangkaian acara yang seharusnya berjalan sakral menjadi terusik, bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi umat yang ingin beribadah. 

Hal ini mengingatkan saya atas kejadian beberapa bulan lalu. Di antara kita tentu masih ingat booming film 5 CM yang menyuguhkan pesona alam titik tertinggi di Pulau Jawa, Mahameru. Setelah itu, entah kebetulan atau tidak, seakan-akan orang-orang berbondong-bondong ingin merasakan  keindahan Semeru, Ranu Kumbolo, dan menjejakkan kaki di puncak tertinggi di Jawa tersebut dengan mata kepala sendiri. Tidak ada yang salah. Justru di satu sisi hal ini berdampak positif, membangkitkan rasa cinta pemuda-pemudi Indonesia akan tanah airnya sendiri. Menyadarkan kita bahwa bumi Indonesia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang paling indah karena dikaruniai bentang alam yang begitu luar biasa, yang belum tentu ditemukan di tempat lain. 

Namun sayangnya, rasa keingintahuan dan semangat yang menggebu-gebu tersebut tidak dibarengi dengan rasa 'tanggung jawab' dan 'toleransi'. Pendaki Semeru membludak bahkan hampir mencapai angka dua ribu, padahal setahu saya kapasitas Semeru hanyalah sekitar 500-600 orang. Hal ini sempat membuat Semeru ditutup untuk umum selama beberapa bulan untuk proses 'pemulihan'. 

Saya sedikit banyak belajar mengenai konsep ekologi dan bentang alam selama di bangku kuliah. Alam dan semesta bukan benda mati, mereka memiliki daya dukung dan threshold-nya masing-masing untuk mempertahankan keberlangsungannya, termasuk gunung. Gunung-gunung yang pengelolaannya sebagian besar termasuk ke dalam Taman Nasional memiliki kapasitas maksimal jumlah pengunjung/pendaki. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberlangsungan dan keseimbangan ekosistem yang berada di dalamya.

Logikanya, semakin banyak pengunjung, semakin banyak logistik yang dibawa, maka akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Belum lagi tidak semua pendaki benar-benar memahami etika naik gunung yang baik dan benar. Naik gunung tidak mudah. Mungkin terlihat mudah, namun percayalah, naik gunung tidak sama seperti jalan-jalan biasa. Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan, mulai dari persiapan perjalanan, peralatan yang memenuhi standar, logistik, hingga etika selama berada di dalamnya.

Saya sendiri kadang sedih melihat beberapa orang di sekitar saya hanya 'ikut-ikutan' arus. Ingin naik gunung, tapi tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri dan kenyamanan sekitar. Membawa peralatan dan logistik yang sangat minim, membuang sampah seenaknya seakan-akan gunung adalah tempat sampah raksasa, merusak jalur pendakian, merusak vegetasi, dan masih banyak lagi. Sangat disayangkan masih banyak yang beranggapan bahwa naik gunung sama halnya dengan 'rekreasi' dan 'wisata'. Padahal lebih dari itu, naik gunung itu adalah keseimbangan, antara diri sendiri, orang lain, alam, dan yang menciptakannya. Kalau pendaki-pendaki dadakan ini tidak paham keselamatannya sendiri, bagaimana ia bisa memikirkan linkungan di sekitarnya?

Persepsi sebagian besar dari kita selama ini adalah bahwa urusan konservasi dan kelestarian alam semata-mata merupakan tugas dan kewajiban yang berwenang, seperti pengelola Taman Nasional atau LSM. Kita hanya tinggal 'menikmati'. Padahal kitalah yang berada di garis terdepan untuk dimintai pertanggungjawaban.

Kejadian Candi Borobudur dan Mahameru sungguh benar-benar mencoreng dunia 'traveling'. Dunia yang sedang booming dan banyak diperbincangkan saat ini. Semua orang tentu bangga dengan cap 'traveler' pada diri mereka. Bermodalkan kamera DSLR dan ransel, maka predikat 'traveler' sudah 'resmi' disandang. Padahal menjadi seorang traveler atau pendaki gunung tentu tidaklah mudah. Ada tanggung jawab di dalamnya. Ada rasa cinta, toleransi, dan yang pasti, ada rasa memiliki di sana. 

Tidak ada yang salah dengan menyebarkan semangat jalan-jalan atau traveling. Semua orang berhak melakukannya. Namun traveling seharusnya bisa menambah kecintaan dan rasa memiliki, bukan hanya sekedar 'menikmati' lalu ditinggalkan begitu saja. Semangat traveling seharusnya disertai dengan catatan-catatan, bukan bebas tanpa batas. Sebelum melakukan perjalanan, sempatkanlah melakukan persiapan. Kenali dan pelajari daerah yang akan dituju, bersiaplah. Ketika sampai, hormati dan berlakulah sesuai etika, patuhi aturan lokal, lalu nikmatilah. 

Seegois itukah kita sampai hanya mau menikmati sendiri tanpa peduli orang lain? Seegois itukah kita sampai hanya mau menikmati sendiri tanpa peduli apakah nanti anak-cucu kita masih sempat menikmatinya?

Selamat jalan-jalan.


Salam dari Puncak Mahameru

Tell Me How Was Your Last Trip To The Sea, Will You?




Best friend,

We rarely talk about the sea or anything in between. If ever, it was never interesting for me. 
The sea is a giant liar, separates the souls, leaves you heart-broken. The sea is an affirmation of a distance, a heartless boundary, a lonely place. 

In a simple way: I didn't find myself there.

How are you, old friend?

I heard some news about you, including the story about you and the sea.

Now I know that interest is inevitable. They come to you. Now I believe that when you are genuinely interested in one thing, it will always lead to something else.

So, tell me how was your last trip to the sea, will you?
Because now I am interested.


P.S Can I find you in the sea? You know where you can find me, it's still the same: under the trees, in the shady place.
Because I miss our laughter.



Sincerely,


Your friend


Picture taken in Peunaga Beach, Meulaboh, Aceh.



Life on Site






Begini,
Selama lebih dari setahun aku bekerja seperti ini, aku sampai pada satu kesimpulan: Aku lebih bisa menghargai pekerjaanku, mengapresiasi apa yang aku raih, terlepas dari berbagai macam cobaannya.

Kenapa?
Aku seringkali bekerja di remote area. Jangankan sinyal internet, sinyal telepon pun kadang harus pintar-pintar mencari spot yang bagus, itupun kalau beruntung. Nyaris tidak ada hiburan. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengusir bosan dan kesepian adalah bercengkrama dengan sesama pekerja atau bahkan orang lokal. Di sini, aku belajar tentang kesederhanaan dan kekeluargaan.

Orang-orang lokal yang dipekerjakan untuk pekerjaan kasar seperti mengangkut batu bara misalnya, membuatku menyadari bahwa aku masih terhitung beruntung dan patut bersyukur. Membuat aku benar-benar menghargai pekerjaan mereka dan pekerjaanku sendiri. Bahwa yang terpenting dari suatu pekerjaan adalah bagaimana sudut pandang kita: apakah kita mau terus-terusan mengeluh atau mau menikmati.
Karena kalau aku mengeluh, malu rasanya melihat ada orang lain yang berusaha mati-matian melakukan kerja apa saja untuk menyambung hidupnya.

Belajar tentang keputusan, keberanian, dan menghargai waktu. Tapi yang paling penting adalah belajar menghargai setiap pekerjaan, kerja keras, dan jerih payah. Aku punya beberapa teman yang menghabiskan waktu kerjanya di tengah laut, di anjungan minyak, atau bahkan di hutan sekalipun. Semuanya wanita dan semuanya kujadikan inspirasiku. Bagaimana mereka menghargai pekerjaannya dan nyaris tidak pernah ada keluhan yang terlontar keluar atau kalaupun ada, mereka memilih untuk tidak memperlihatkannya.




Karena sekali lagi, semua adalah tentang pilihan.

To R & R




Hello, R

You know, disturbance is inevitable, but downfall is optional. You can't expect the storm to stop, but you can expect yourself to be fine. Be a home, be the place everyone belong. Be good, be the most wonderful friend everyone ever stumbled upon --or if you can't, just stay there and be a horizon where everyone would leave their heart. Some places might become lonely and even lonelier, but you'll be tough as I know.
Be strong, that's why I gave you the name Rakata.


Hello, R

Play your role, for everyone who's trying to reach you. They may fall, they may be hurt, but please secure them with your warmth. Don't be cocky, know how to deal with your beauty. Be a friendliest friend, be a paradise in everyone's heart. Some things might be hard and even harder, but you'll be great as usual.
Be tough and splendid, that's why I gave you the name Rinjani.


To R & R,

Do not whine. Later if you have questions, find the answers by your own. I can't help you, so does your father. The only person who can do it is yourself. This is something you have to work out on your own.
But don't be scared, don't think about yourself too often, because you and you are parts of the scenery.



P.S I hope you can stand with the cold.


Warmest hug,

Me,
hours before my morning flight



Picture taken in Muara Wahau, East Borneo

Be Nice (because there are some people you might meet along the way)



photo by: Marai

photo by: Lalita FP

 
The Beauty of Krakatoa, a nice trip with some friends from Marai Adventure. Yes, you should check their page and find out what these guys are doing (some of them are divers). And thank you for inviting me to this journey!

Oh, and here's the video!