Animals

20 kg of plastic found in dead giraffe’s stomach!


Sebuah headline miris dari The Jakarta Post.
Mungkin bagi sebagian orang berita ini gak begitu berarti dibanding hebohnya kasus korupsi wisma atlet, sidang Angie-Rosa, atau berita jumlah kekayaan PNS muda yang disinyalir hasil (lagi-lagi) korupsi.

Kliwon: A dead giraffe in Surabaya zoo. Antara/M Risyal Hidayat

Kliwon adalah jerapah terakhir di Kebun Binatang Surabaya dengan akumulasi plastik ditemukan di dalam perutnya. Plastik tersebut diduga adalah hasil akumulasi selama bertahun-tahun yang diperoleh dari makanan (saat mati, Kliwon berumur 21 tahun). The plastic had clogged Kliwon's digestive system, collapsed, and lost his appetite. Mirisnya lagi di Kebun Binatang ini aja, setidaknya ada 14 hewan yang sedang sakit dan benar-benar diujung kematian. Diantaranya ada harimau Sumatra yang mengalami masalah pencernaan, beruang hitam Amerika yang memiliki tumor kulit, dan unta yang memiliki luka-luka di kaki dan punuknya. 

Kematian memang urusan Tuhan, tapi kita (manusia) punya akal dan usaha. Lalu gimana dengan hewan yang gak punya akal? Di sini peran manusia. Kita udah terlalu banyak "intervensi" di dalam kehidupan mereka, habitatnya kita rusak, rumah alami mereka kita habisi untuk berbagai kepentingan, beberapa dari mereka diekploitasi untuk tujuan tertentu, bahkan kita pun memburu beberapa dari mereka untuk egoisme, kepuasan, bahkan prestis manusia. 
Ketika makan sirip ikan hiu jadi suatu kebanggaan (yang katanya ikan hiu-nya berasal dari budidaya, fyi, seumur hidup, gue sendiri belom pernah tau ada tempat budidaya hiu), ketika memakai barang-barang kulit reptil for the luxury's sake...manusia sudah keterlaluan.

Sejatinya kita itu sama-sama hewan. Satu kingdom, kingdom Animalia. Sejatinya semua faktor biotik dan abiotik di bumi ini sejalan, selaras, balance, saling mendukung satu sama lain. Namun semua berbeda sejak manusia diberi privilege berupa akal. Privilege yang jadi boomerang. Akal yang membuat sebagian dari kita bertekuk lutut pada egoisme, akal yang terglobalisasi sehingga apa yang dilihat itu yang dianggap benar, apa yang dilihat itu yang ditiru.
Alam dan organisme lain non-manusia dianggap benda mati dan gak berguna bagi sebagian orang. Padahal, mereka punya kehidupan. Mereka punya hirarki yang menentukan kelangsungan hidup mereka, mereka saling membutuhkan satu sama lain, mereka juga butuh keseimbangan. Ketika salah satu komponen hirarki hilang, maka terancam lah mereka.

Oke lah, habitat alami mereka kita ganggu, lalu kita ganti dengan membawa sebagian dari mereka ke habitat buatan (kebun binatang, hutan buatan, dsb). Tapi itu bukan penyelesaian, ada kewajiban bagi kita yang membawa mereka ke tempat tersebut untuk terus merawatnya. Sekali lagi, mereka tidak punya akal, kita yang punya!

Mungkin bagi gue (dan teman-teman gue) sejurusan akan merasakan hal yang sama, sejak kita mempelajari seluk beluk alam beserta isinya. Coba aja semua manusia punya pikiran yang sama, pasti gak akan ada tuh pejabat yang dengan bangganya memamerkan beliau baru aja makan sirip hiu :p

Tapi di dunia ini gak semuanya jahat, ada beberapa kelompok yang punya pikiran seperti ini kok. Mungkin di situ kita bisa menyalurkan aspirasi. Belom sadar juga? Coba perbanyak jalan-jalan ke alam bebas, duduk, diem, dan rasakan apa yang bisa dirasakan.

Belom sadar juga? 
Well, you do not deserve to live on this planet, human.

We are animals we are animalsWe are animals we are animalsWe are animalsWe are animalsCome with me run with me leave this world behindCome to me come with me I know that we will findWe are animals we are animalsWe are animals we are animalsWe are animals
(Nazareth, Animals)

No comments: