Jani: Pertanyaan-Pertanyaan Yang Tidak Perlu Dijawab

Jani,

Percayalah, bahwa semakin kamu dewasa, maka akan semakin banyak pertanyaaan yang terbuat atau mungkin dibuat-buat. Tapi tenang, kamu akan sampai di titik dimana kamu merasa tidak perlu menjawabnya, paling tidak untuk sementara. Tentang siapa dan bagaimana, tentang apa dan dimana, dan seterusnya.

Kamu tau mengapa aku akan jadi orang yang paling berada di depan untuk mendukungmu meninggalkan rumah suatu saat nanti? bukan masalah sayang atau tidak sayang, tapi aku akan lebih sedih kalau hidupmu hanya kerdil di situ-situ saja.




Ada suatu materi kuliahku yang mungkin aneh, tapi inilah yang membuatku sampai pada kesimpulan bahwa tidak semua pertanyaan perlu untuk dijawab. Aku diharuskan memilih suatu masalah, bukan untuk dipecahkan, namun untuk direfleksikan. Mencoba menguliti masalah tersebut dalam dimensi yang berbeda dan berusaha mengaitkannya dengan apa yang disebut dengan peralihan paradigma. Aku tidak diharuskan untuk mencari jawaban atau jalan keluar, karena bukan itu yang terpenting. Hal terpenting adalah bagaimana aku akhirnya bisa melihat suatu masalah adalah bukan masalah, bagaimana aku bisa melihat apa yang terjadi secara vertikal dan tidak menyudut. Maka apakah pertanyaan tersebut perlu dijawab atau tidak, kamu bisa menentukan mana yang terbaik.

Aku sedikit menyalahkan latar belakang pendidikan sainsku yang membuat aku terlalu lurus. Aku terbiasa untuk menjawab setiap pertanyaan, sampai setengah mati. Terpaku pada idealisme harus A atau B. Terpaku dan kaku pada hasil yang bukan tidak mungkin malah nihil. Tapi tidak sepenuhnya salah, aku juga berterimakasih bahwa paling tidak, aku selalu bicara pada apa yang bisa dibuktikan.

Tapi ingat, aku dan mungkin nanti kamu, masih hidup dalam masyarakat dimana tidak menjawab = kalah. 



Love,


F


No comments: