Tentang Energi

"Energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan. Energi hanya bisa bertransformasi dari satu bentuk ke bentuk lain."

Hukum kekekalan energi di atas pasti sudah sangat familiar. Pun hukum ini rasanya bisa diimplementasikan dalam kehidupan, karena energi pun merupakan sumber kehidupan, sumber kekuatan.

Sejatinya, menurut hukum tersebut, rasanya manusia sudah mendapatkan fasilitas yang luar biasa dari Sang Pencipta. Bahwa semua yang kita butuhkan sudah tersedia, dalam bentuk-bentuk tertentu, tinggal bagaimana kita mampu mengusahakannya, mentransformasikannya menjadi bentuk yang kita butuhkan, itulah guna akal.

Jika memang benar itu yang terjadi, mungkin istilah "Efisiensi Energi" tidak akan ada. Saya percaya segala yang manusia butuhkan sudah tersedia, bahkan mungkin berlebih. Termasuk sumber-sumber energi.

Bicara soal sumber energi, terbarukan atau tak terbarukan. It doesn't really matter. Yang terjadi sekarang adalah ketergantungan pada satu sumber saja. Oh ya, satu lagi: keserakahan.

Fossil

Entah sudah berapa banyak mekanisme untuk menekan dan memperlambat efek penggunaan sumber energi fossil yang makin kesini, makin over eksploitasi. Pun rasanya hukum ekonomi demand dan supply sudah tidak cukup lagi untuk menjawab kecenderungan ini.

Protokol Kyoto, REDD, REDD+, ISO, Energi Manajemen, dan entah sudah berapa banyak turunannya. Efektif atau tidak, masih jadi tanda tanya.

Di suatu training, saya berdiskusi tentang kebijakan perusahaan-perusahaan manufaktur, tambang, migas, atau service sekalipun. Bagaimana kesepakatan yang akan dijalani, dan yang terpenting bagaimana implementasinya.

Suatu saat fossil akan habis, semua orang pasti tau. Apa penggantinya, itu yang tidak semua orang tau atau mau tau.

Entah salah siapa, tapi mungkin ini doktrin turunan yang belum putus. Bahwa dari segi pendidikan hingga peluang industri di negara ini, masih berkiblat hanya dengan kebutuhan pasar, jangka pendek, bukan jangka panjang.

Indonesia bukannya tidak mampu menggalakan sumber energi baru, tapi mungkin belum mau. Mahal? Ya mahal karena tidak ada yang memulai, jika barang tersebut sudah bisa diproduksi massal, harga akan mengikuti kan?

"Kita selalu beralasan tidak punya uang untuk membangun industri energi, padahal kita buang-buang uang dengan subsidi."

Inti dari ini semua mungkin karena budaya. Budaya yang masih berantai dan belum putus. Plus pengetahuan yang masih terbatas. Semua orang bisa paham dengan batubara, dengan minyak bumi. Tapi mungkin beberapa yang paham tentang bagaimana biomass, panas, angin, dan air bisa jadi sumber kekuatan.

Bahwa sekali lagi semua bentuk energi sudah tersedia dan cukup, cuma bagaimana merubahnya. Begitu juga dengan harapan, bukan bagaimana menciptakannya, tapi merubahnya. Tidak mungkin jadi mungkin.

Caranya?

Untuk saat ini, terus belajar.


No comments: